C. Kedudukan 'Urf
- 'Urf shahih harus dipelihara oleh seorang
mujtahid didalam menciptakan hukum-hukum dan oleh seorang hakim dalam
memustuskan perkara. Karena apa yang dibiasakan dan dijalankan oleh orang
banyak adalah menjadi kebutuhan dan menjadi mashlahat yang diperlukannya.
Selama kebiasaan tersebut tidak berlawanan dengan syariat, haruslah
dipeliharanya. Atas dasar itulah para ulama ahli ushul memberi kaidah
al-Adah muhakkamah " العادة محكمة" (Adat kebiasaan itu merupakan
syariat yang ditetapkan sebagai hukum)
- 'Urf fasidah tidak harus diperhatika,
karena memeliharanya berarti menentang dalil syara'. Oleh karena itu,
apabila sesorang membiasakan mengadakan perikatan-perikatan yang fasid,
seperti perikatan yang mengandung riba atau mengandung unsure penipuan,
maka kebiasaan-kebiasaan tersebut tidak mempunyai pengaruh dalam
menghalalkan perikatan tersebut. Hanya saja perikatan-perikatan semacam
itu dapat ditinaju dari segi lain untuk dibenarkannya. Misalnya dari segi
sangat dibutuhkan atau dari segi darurat. Dengan demikian itu dengan alas
an darurat, bukan karena sudah biasa dilakukan oleh orang banyak.[url=#_ftn8][8][/url]
D. Dalil
Kehujjahan 'Urf Ulama
berdalil kehujjahan 'Urf dan adat dengan menggunakan dalil Al-Quran, Sunnah,
ijma', qiyas atau ma'qul.
Adapun dalil
Al-Quran :
وامر بالعرف واعرض عن الجاهلين
(الاعرف : 199)Dan surulah
orang-orang mnegrjakan yang ma'ruf serta berpaling dengan orang-orang bodoh
(QS, al-A'raf : 199)وعاشروهن بالمعروف (النساء:19)Pergaulilah
mereka secara patut ( QS. An-Nisa :19)Adapun dalil Sunnah
:
عن ابن مسعود موقوفا عليه : ( ما رآه
المسلمون حسنا, فهو عند الله حسن, و ما رآه المسلمون سيئا, فهو عند الله سيئ)
رواه أحمد Dari Ibnu Mas'ud
"Apa yang dipandang oleh orang-orang Islam baik, maka baik pula disisi
Allah SWT, dan apa yang dianggap orang-orang Islam jelek maka jelek pulalah
disis Allah SWT " (HR.Ahmad).[url=#_ftn9][9][/url]
E. Syarat 'Urf
dan Adat Para ulama ushul fikih menyatakan bahwa 'Urf dapat dijadikan sebagai salah
satu dalil dalam menetapkan hukum syara', jika memenuhi syarat sebagai berikut:
- 'Urf itu (baik yang bersifat umum atau
khusus atapun yang bersifat perbuatan atau ucapan) berlaku secara umum,
artinya urf itu berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas
masyarakat.
- 'Urf itu telah memasyarakat ketika
persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul. Artinya. 'Urf yang
akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada sebelum kasus yang akan
ditetapkan hukumnya. Dalam kaitanya dengan ini terdapat kaidah ushuliyyah
yang berbunyi:
لاعبرة للعرف الطائ'Urf yang datang kemudian tidak dapat dijadikan sandaran hukum
terhadap kasus yang telah lama
- 'Urf tidak bertentangan dengan yang
diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi. Artinya, dalam suatu
transaksi apabila kedua belah pihak telah menentukan secara jelas hal-hal
yang harus dilakukan.
- 'Urf itu tidak bertentangan dengan nash,
sehingga menyebabkan hukum yang dikandung nash itu tidak bisa ditetapkan.
'Urf seperti ini tidak dapat dijadikan dalil syara', karena kehujjahan 'urf
bisa diterima apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahnnya
yang dihadapi.[url=#_ftn10][10][/url]
- BAB III
PENUTUPDari uraian singkat di atas, pada
bagian penutup ini kita dapat menyimpulkan beberapa hal terkait dengan
pembahasan '
urf ini sebagai berikut:
1.
Bahwa 'urf dapat dijadikan sebagai dalil dalam. menetapkan hukum sebuah
permasalah selama tidak bertentangan dengan dalil nash walaupun terjadi
perbedaan ulama seputar kehujjahannya.
2.
Bahwa 'urf merupakan sebagai salah satu metode ijtihad dengan
menggunakan ra'yu.
3.
Bahwa 'urfsesungguhnya
dapat dikatakan mewakili sisi kemudahan yang diberikan oleh Islam melalui
syariatnya.
Demikianlah uraian singkat
penulisan ini, dengan berbagai macam kekurangan semoga dapat menjadi
langkah awal bagi penulisnya –secara khusus- untuk semakin memahami keindahan
Islam melalui disiplin ilmu Ushul Fiqih di masa datang.
Wallahu a'lam Daftar PustakaAzzuhaily Wahbah,
Ushul Fiqh Islami jilid II,(Beirut:
Dar Fikr, 2006) ,cet
Jumantoro Totok,
Kamus
ilmu Ushul fiqih,(Jakarta:
Amzah, Jul 2005),cet I
Khallaf Abdul Wahab,
'Ilmu Ushul Fiqh, (Qahirah: Dar Hadits, 2003 M, 1423 H) XIII
Musbikin Imam,
Qawa'id
Al-Fiqhiyah,(Jakarata: Raja Grafindo, 2001), cet I
Yahya Mukhtar,
Dasar-dasar
Pembinaan Hukum Fiqh Islam, (Bandung: Al-Ma'arif, 1993) cet III
[url=#_ftnref1][1][/url] Jumantoro Totok,
Kamus ilmu
Ushul fiqih,(Jakarta:
Amzah, Jul 2005),cet I, h.333
[url=#_ftnref2][2][/url] Khallaf Abdul Wahab,
'Ilmu
Ushul Fiqh, (Qahirah: Dar Hadits, 2003 M, 1423 H) h. 99
[url=#_ftnref3][3][/url] Azzuhaily Wahbah, Ushul Fiqh Islami jilid II,(Beirut: Dar Fikr, 2006)[3] ,cet
XIII, h. 104
[url=#_ftnref4][4][/url] Jumantoro Totok,
op cit, h.335
[url=#_ftnref5][5][/url] Azzuhaily Wahbah,
op cit, h. 107
[url=#_ftnref6][6][/url] ibid, h. 105
[url=#_ftnref7][7][/url] Jumantoro Totok,
op cit, h.
335-339
[url=#_ftnref8][8][/url] Yahya Mukhtar, op cit, h. 110
[url=#_ftnref9][9][/url] Musbikin Imam,
Qawa'id Al-Fiqhiyah,(Jakarata:
Raja Grafindo, 2001), cet I, h. 92
[url=#_ftnref10][10][/url] Jumantoro Totok,
op cit, h. 335